Lifestyle

13 08 2021

Tren Hustle Culture Bukan Jaminan dari Kebahagiaan

Semua yang berlebihan itu tidak baik!

512 Views

Tren Hustle Culture Bukan Jaminan dari Kebahagiaan

Pernah melihat teman atau mungkin keluarga dekat kamu yang begitu sibuk bekerja dan tidak memiliki waktu yang cukup untuk bersantai? Atau mungkin kamu yang sedang mengalaminya? Rasanya bekerja dari Senin pagi hingga Jumat sore tidaklah cukup untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang ada. Jika benar, itu tandanya kamu sudah masuk ke dalam hustle culture. 

Pengertian hustle culture

Tren hustle culture khususnya di kalangan milenial memang kian digemari, bahkan banyak dari mereka yang merasa bangga karena sudah menerapkannya dalam keseharian dan percaya bahwa itu kunci menuju kesuksesan. 

 

Hustle culture sendiri artinya budaya bekerja keras tanpa henti kapan pun dan di mana pun. Bisa dibilang hustle culture sering dialami oleh para workaholic yang terus bekerja dan sering melupakan kesehatan fisik dan juga mental. Kamu tidak akan berhenti meski merasa lelah dan tak akan pernah puas meski pekerjaan sudah selesai. Alih-alih berhenti untuk menikmati istirahat, kamu akan fokus untuk melakukan pekerjaan lainnya. 

 

Baca Juga
Cara Meningkatkan Hormon Kebahagiaan Saat Pandemi

Ciri-ciri hustle culture

Kebiasaan bekerja keras yang terus berulang setiap harinya membuat kamu tidak sadar, bahwa kamu sudah masuk ke dalam perangkap hustle culture. Bahkan ambisi untuk bisa sukses di usia muda menjadi standar sosial yang kerap ingin diraih banyak orang.

 

Sukses di usia muda tentu menjadi hal yang membanggakan, tapi jika harus mengorbankan kesehatan dan juga kebahagiaan, itu hanya fatamorgana semata. Berikut ciri-ciri dari hustle culture yang perlu kamu hindari mulai sekarang. 

1. Merasa bersalah saat istirahat

Melewatkan waktu seharian untuk tidak bekerja biasanya akan menimbulkan perasaan bersalah bagi orang yang terjebak pada budaya hustle culture. Padahal istirahat memiliki manfaat yag begitu besar untuk membuat tubuh lebih segar dan bisa berpikir lebih kreatif. 

 

Bahkan penelitian yang dilakukan oleh seorang psikolog yang berasal dari UW Medicie, Dr. Jeanne Hoffman mengatakan, berkerja lebih dari 50 jam seminggu bisa melumpuhkan kreativitas dan inovasi seseorang. Bahkan efek jangka panjangnya bisa terkena burnout yang berakhir gangguan psikis. 

2. Kehilangan momen hari ini

Fokus dengan pekerja yang sedang dikerjakan tentu hal yang baik untuk dilakukan, tapi jika kamu terlalu fokus dan melupakan hal-hal lain di luar pekerjaan, tak heran kamu sering kehilangan momen. 

 

Hari yang kamu sedang jalankan sekarang adalah sebuah anugrah. Sehingga tak baik rasanya jika hanya dihabiskan untuk bekerja. Kamu perlu membagi waktu hari ini untuk bisa melihat atau bertukar kabar dengan orang tersayang, mengerjakan hal lain yang buat hati bahagia meski hanya sebentar. Cobalah untuk tidak keras dan egois terhadap dirimu, agar kamu tidak kehilangan momen berharga di hari ini.

3. Mengabaikan kesehatan

Mengejar apa yang kamu inginkan di usia mudah tentu jadi hal positif yang perlu dilakukan, tapi jangan biarkan kamu mengabaikan kesehatan. Cita-cita yang kamu miliki memang penting, tapi kesehatan tetap jadi poin utama. 

 

Saat merasa lelah, berhentilah! Tapi ini tidak berlaku bagi seseorang yang terjebak pada hustle culture. Mereka akan tetap bekerja dan merasa pekerjaan yang sedang dikerjakan jauh lebih penting dan sering menyepelekan gangguan kesehatan yang dirasakan. 

Penyebab hustle culture

undefined

Fenomena hustle culture yang sudah jadi tren dan sering dibanggakan oleh kaum milenial ini tentu ada penyebabnya. Berikut beberapa penyebab yang akhirnya membuat seseorang terjebak pada budaya hustle culture.

1. Pandangan sosial

Sering kali pandangan seseorang tentang sosok sukses adalah mereka yang bisa membeli barang mewah, memiliki banyak aset, dan sibuk di kesehariannya. Pandangan kesuksesan yang ada ini akhirnya membuat standarisasi kesuksesan hanya berfokus pada materi. Akhirnya budaya hustle culture sering dijadikan patokan agar bisa meraih kesuksesan, khususnya di usia muda. 

2. Toxic positivity

Menurut Whiteboard Jurnal, toxic positivity menjadi bahaya karena menyamaratakan berbagai situasi dan kondisi yang dihadapi seseorang. Dorongan untuk tetap berpikir positif meski dalam kondisi buruk dan tidak tahu harus bagaimana caranya agar bisa bangkit kembali, justru dapat beresiko membuat frustasi karena seperti meremehkan persoalan yang dihadapi.

 

Jika dikaitkan dengan hustle culture, seseorang yang merasa kelelahan dan butuh pertolongan, namun tetap merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja akan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. 

Cara menghindari hustle culture

undefined

Agar bisa terlepas dari jeratan hustle culture, ada beberapa cara yang bisa kamu terapkan dalam kehidupan. 

1. Kamu perlu memiliki standar hidup sendiri

Menyamakan standar hidupmu dengan orang lain tidak akan pernah berhasil. Ini karena setiap orang memiliki kemampuan dan tantangan yang berbeda-beda. Jadi jika teman seangkatanmu sudah memiliki banyak hal dan sudah melakukan perjalanan ke berbagai dunia, jangan biarkan kehidupan yang sudah mereka lalui menjadi standar hidupmu. 

 

Mulai sekarang cobalah untuk menetapkan standar hidupmu sendiri, tanpa perlu melihat kehidupan yang sedang dijalankan orang lain. Sehingga kamu tidak perlu mengorbankan hal penting dalam hidupmu untuk terjebak di lingkaran hustle culture

2. Buatlah skala prioritas

Kisah batu, krikil, dan pasir di dalam toples jadi perumpamaan yang tepat tentang mengatur skala prioritas. Lewat konten yang diunggah oleh sl.susanto, ia membagikan cerita tentang bagaiman beberapa batu, krikil, dan pasir bisa dimasukkan ke dalam toples. 

 

Jika dimasukkan dengan urutan yang salah, semua benda tersebut tidak bisa masuk ke dalam satu toples, tapi jika urutan benda yang dimasukkan tepat, semuanya bisa masuk ke dalam toples tanpa tersisa. 

 

Nah, toples itu diibaratkan seperti hidup kita yang terasa tidak cukup memiliki waktu 24 jam untuk menyelesaikan pekerjaan, jika tidak menetapkan skala prioritas dengan benar. Jadi mulailah untuk memprioritaskan hal yang besar, kemudian beralih ke yang kecil.

3. Cari hobi lain selain bekerja

Melansir dari New York Time melakukan kegiatan yang disukai akan membuat hidupmu terasa lebih seimbang dan bahagia. Meski singkat, tapi efeknya untuk tubuh sangatlah baik karena mampu menjadi terapi untuk melepaskan perasaan stres akibat beban pekerjaan. 

 

Jika kamu belum menemukan apa hobi yang ingin kamu lakukan, kamu bisa mencoba bertanya pada diri sendiri, apa hal sederhana yang buat kamu bahagia dan mulailah untuk melakukannya. 

 

Meski terlihat keren, namun hustle culture tidaklah baik untuk kesehatan fisik dan juga psikis. Intinya semua yang berlebihan itu akan memberikan dampak negatif, termasuk bekerja. 

 

Bagi kamu yang merasa sudah terjebak dengan hustle culture dan ingin mencari pekerjaan lain, kamu bisa coba bergabung dengan keluarga HIGO. Kamu bisa lihat mana posisi yang tepat untukmu di sini

 

Baca Juga
Manfaat Decluttering Bagi Kesehatan Mental dan Cara Memulainya
Mindful Eating, Rahasia Turunkan Berat Badan dengan Sehat

Topik Terkait

loading